Cinta-Mu, Ayat Pertama
Ryan P. Putra
(Dimuat di
Flores Sastra edisi 30 Juli 2016)
Sepi
nan sunyi. Mengantarkan aura jiwaku ke alam yang lebih tentram menuju keabadian.
Tak ada secercah cahaya maupun sepatah kata dari makhluk di sekitarku. Mungkin
aku berada di alam lain yang hanya ada aku seorang. Aku ada di mana? Apa aku
telah mati? Namun, aku teringat beberapa waktu yang lalu. Aku hanya menengadahkan
tubuhku di bawah bintang-bintang di langit dan di atas pulau halus serta lembut
hasil ukiran tangan manusia.
Kubuka kedua mataku perlahan-lahan.
Setiap detik aku membukanya, mengantarkan rasa syukurku kehadirat Allah Sang
Maha Pemberi. Aku masih diberi kesempatan untuk menghirup udara segar di alam
yang fana ini.
Allahu
akbar, Alllahu akbar.
Sayup-sayup
adzan mulai terngiang di telingaku. Jarak rumahku cukup jauh dengan masjid.
Meskipun cukup jauh, aku mendengar panggilan salat itu. Aku bangkit dari tempat
tidurku untuk menunaikan salat subuh. Tak inginku menunda-nunda waktu shubuh
ini.
Fawailul lil musholliin. Alladzi nahum
‘ansholatihim sahuun.
Aku
teringat dua ayat Surah Al-Ma’un tersebut. Dua ayat tersebut memiliki
terjemahan “Maka celakalah bagi
orang-orang yang salat. Yaitu mereka yang lalai dari salatnya”. Membuatku
tak akan melalaikan waktu salat ini. Sebelum salat, aku bersuci dengan berwudhu
terlebih dahulu.
***
Sang surya pun menyapa. Bersama
sapaannya yang tersenyum ceria, aku mengawali hari dengan menuntut ilmu di
sekolah. Sebelum melangkahkan kaki ke tempat menuntut ilmu, aku pun melakukan
aktivitas yang sama dengan kalangan pelajar yang lain sebelum berangkat ke
sekolah. Tapi ada sebutir aktivitas lain yang selalu aku lakukan tanpa henti.
Mungkin aktivitasku ini jarang dilakukan oleh pelajar lain. Kalau ada tidak
banyak jumlahnya. Aktivitas tersebut adalah membaca.
Sebelum berangkat ke sekolah, aku
selalu melakukan aktivitas ini terlebih dahulu. Entah membaca buku pelajaran
atau buku fiksi beberapa halaman saja, aku menyempatkan waktu untuk membaca
terlebih dahulu. Membaca, membaca, dan membaca. Dengan membaca aku dapat
membuka jendela pengetahuan di dunia yang luas ini. Untuk kali ini, hanya
membaca buku pelajaran yang kubaca. Mengingat beberapa minggu lagi akan ada
Ujian Akhir Semester (UAS) di sekolahku. Paling tidak aku menyicil membaca buku
pelajaran yang diberikan oleh guruku. Meskipun sedikit, aku melakukan hal ini
secara rutin.
Aku sampai di sekolah. Sesampai di
sekolah, aku langsung menuju ke kelasku yang berada di lantai tiga. Meskipun
ada teman-temanku yang menyempatkan diri ke kantin sebelum jam masuk, aku tak
memperdulikan itu.
Sesampai
di kelas, kulihat jam di dinding kelas. Ternyata masih pukul 06.10. Jam masuk kelas
kurang 20 menit lagi. Untuk mengisi waktu yang kurang 20 menit ini, aku
menyempatkan diri untuk membaca buku pelajaran kembali. Aku tidak bermaksud menjadi
siswa sok pintar yang pagi-pagi sudah membaca buku pelajaran. Niatku hanya
mengingat pelajaran kembali untuk UAS beberapa minggu lagi dan tak lupa membaca
buku jam pelajaran pertama. Jika ada temanku yang mengatakan bahwa aku sok
pintar, aku cukup meresponnya dengan tersenyum saja. Aku ingat kata orang bahwa
senyum membuat awet muda.
Pukul 06.30 tepat. Bel masuk kelas
berbunyi. Semua murid dan guru yang mengajar pada jam pertama masuk ke kelas. Kami
berdoa terlebih dahulu yang dipimpin oleh kesiswaan melalui ruang informasi
sekolah.
Setelah berdoa, pelajaran jam
pertama dimulai. Tanpa ada sepengetahuan sebelumnya, sekolah memberikan
informasi tentang program literasi. Program ini mewajibkan untuk membaca selama
15 menit sebelum jam pelajaran pertama dimulai. Lebih anehnya lagi, program ini
dilaksanakan mulai hari ini juga. Aku dan teman-temanku terpaksa untuk membaca
selama 15 menit lamanya. Hanya kitab suci agama masing-masing yang dibaca. Sekolah
meminjamkan kitab suci untuk setiap bangku di kelas. Untuk siswa yang beragama
selain agama Islam, sekolah telah memberikan tempat lain untuk membaca kitab
suci mereka di Perpustakaan, Lab. Kimia, Lab. Fisika, dan Lab. Biologi.
Aku dan teman-temanku yang beragama
Islam serentak membuka Al-Qur’an. Kami bermaksud untuk membaca Al-Qur’an secara
sendiri-sendiri. Tetapi, informasi dari guru agama kami, Pak Basori mengaturkan
kami untuk membuka Juz 30. Kami membaca Al-Qur’an secara serentak.
Pak Basori memberikan informasi
kepada seluruh kelas di sekolahku untuk membaca Al-Qur’an dimulai dengan Surah
Al-Alaq. Setelah beliau memberikan informasi tersebut, barulah kami membaca surah
tersebut secara bersama-sama.
Setelah membaca
surah itu, kami memulai pelajaran jam pertama. Saat itu, guru kami sedang
menyiapkan keperluannya untuk memberikan materi. Kecuali aku yang masih membaca
Al-Qur’an. Kebetulan aku mendapat Al-Qur’an beserta terjemahannya. Aku dapat
membaca terjemahan dari surah yang baru dibaca.
Awal membaca terjemahannya, aku langsung terpanah dengan terjemahan
ayat pertamanya yang menjelaskan perintah “membaca”.
Beberapa tahun lalu, guru agamaku menjelaskan bahwa ayat
Al-Qur’an yang pertama kali turun di bumi adalah Surah Al-Alaq ayat 1 sampai 5.
Kata pertama yang turun pun adalah kata “Baca”. Allah mencintai umat manusia
yang membaca. Aku sangat bersyukur Allah memerintahkan umat manusia untuk
membaca yang pertama kali dan kebetulan aku suka membaca. Cinta Allah bermula
dari ayat yang pertama kali turun di bumi.
Akhirnya, pelajaran jam pertama pun kami mulai. Guru kami
membimbing dan memberikan materinya.
Surabaya, Maret 2015
Biodata:
RYAN P. PUTRA.
Penulis asal Surabaya. Menulis cerpen, esai, dan resensi. Tulisan-tulisannya
tersebar di berbagai media cetak dan online.