Solusi bagi Penulis di Masa Depan
Ryan P. Putra
Anggota FAM Cabang Surabaya
Mahasiswa Departemen Fisika ITS
(Dimuat di Citizen Reporter Harian Surya edisi Rabu, 18 April 2018)
(Dimuat di Citizen Reporter Harian Surya edisi Rabu, 18 April 2018)
Apa jadinya jika di masa depan
kertas tidak diproduksi lagi? Tentu hal ini akan meresahkan bagi penulis.
Penulis akan kehilangan media untuk bisa menulis. Terutama bagi para penulis
yang menjadikan media cetak sebagai sarana menulis. Mendengar hal seperti itu,
apakah penulis akan pensiun?
Forum Aktif Menulis (FAM) Cabang
Surabaya memberikan solusi agar penulis tidak pensiun. Solusi tersebut
dilakukan dalam kegiatan “Workshop Content Writer” di Majelis Mie, Jalan
Citarum 2 Surabaya, Minggu (15/4/2018).
Reffi Dhinar, pembicara workshop
menjelaskan mulai dari pengertian content writer hingga kiat-kiat menjadi
content writer.
Hal yang menarik, semua materi yang
disajikan merupakan pengalaman pribadi Reffi. Meskipun pengalaman pribadi, ia
tidak canggung dan sungkan untuk membagikan ilmunya kepada belasan peserta yang
hadir.
Secara sederhana, content writer
merupakan penulis yang memublikasikan tulisannya di internet. Jadi mereka tidak
menggunakan kertas sebagai medianya. Salah satu kiat yang dibagikan oleh Reffi
untuk menjadi content writer yakni personal branding.
Personal branding dimulai dengan
membuat tulisan di blog. Blog merupakan sarana gratis yang bisa dilakukan untuk
menjadi content writer.
“Tulisan yang diposting di blog
setidaknya tiga kali dalam sebulan. Jangan sampai blog kita tidak terisi
tulisan hingga menjadi sarang laba-laba,” tutur wanita asal Sidoarjo itu.
Sebagai seorang content writer,
modal awal yang harus dimiliki yakni media sosial. Peran media sosial dapat
mengetahui siapa dan apa yang telah dia lakukan di bidang kepenulisan. Namun,
media sosial yang dimiliki harus diatur public agar semua orang dapat melihatnya.
Selain itu, kolom bio (profil) yang ada di media sosial juga harus terisi
portofolio.
“Bio di media sosial perlu diganti
menjadi portofolio penulis agar mendapatkan branding. Akan tetapi, konten dari
bio tersebut sewajarnya saja. Tidak merendah dan tidak meninggi,” ungkap Reffi.
Apabila bio ditulis dengan gaya
bahasa yang merendah, dikhawatirkan orang yang membaca akan meragukan
kemampuan. Jika bio ditulis dengan gaya bahasa yang tinggi, orang akan mengira
sombong. Yang ditulisnya setidaknya menunjukkan sosok itu bisa menulis dengan
waktu yang singkat dan jumlah tulisan yang cukup banyak.
Jangan berhenti mencoba! Begitulah
isi persentasi terakhir dari Reffi yang menggugah hati semua peserta workshop.
Artikel ini telah tayang di surya.co.id dengan judul
Solusi bagi Penulis di Masa Depan,
http://surabaya.tribunnews.com/2018/04/17/solusi-bagi-penulis-di-masa-depan.
Editor: Endah Imawati